Wind


Prologue








B
intang yang berkelip di langit yang menyinari gelapnya jiwaku, segelap malam ini, aku yakin sekarang kau tengah menatapku dengan senyuman simpulmu, tuhan telah mengirimkanmu untuk merubah hidupku, kau yang mengenalkan arti kehidupan kepadaku, indahnya persahabatan yang tak pernah ku rasakan sebelum aku mengenalmu, kini kau telah pergi dengan meninggalkan kisah tentang indahnya hidup, kisah yang takkan pernah hilang dari otakku, terimakasih untuk segalanya, aku tau kau bahagia melihatku sekarang, aku yang kuat berkatmu.

Kujajaki hiruk pikuknya malioboro, ku ingat semua kenangan kenangan semua tentangmu sebelum kau pergi menuju surga, sekarang aku melanjutkan hidupku disini, dikota kau terlahir ke dunia dan pula meninggalkan dunia dengan cepatnya, aku tak sanggup melihat ruangan 3x3 tempat kita bergurau dahulu, aku tak sanggup untuk menuntut ilmu dimana dulu kau dan aku dulu bersama mengejar impian, aku tak sanggup untuk tinggal dimana kita pertama kali menjadi sahabat, izinkan aku untuk menguatkan hatiku disini, walaupun aku yakin mungkin akan sulit melepas kepergianmu, walau sudah genap setahun yang lalu, tapi bayang bayang raut wajahmu masi terlihat jelas benakku, disaat kau senyum saat akan meninggalkan dunia, takkan pernah bisa kulupakan.

Aku tau kisahku yang kau rangkai dengan kata kata indah telah banyak merubah orang yang pernah membaca buku yang telah kau buat sebelum kau pergi, aku tak tau apa aku bisa seperti kau, menyenangkan orang, bahkan merubah orang lain kembali ke jalan yang benar sebelum kau pergi, aku yakin iblis pun tak ingin kau masuk ke neraka, surga yang indah dan harum adalah tempatmu wahai sahabat.



“Selamat pagi dunia, selamat pagi Johan” ya itulah dia, seseorang yang telah merubahku menjadi orang yang kembali kejalan yang diridhoi Allah Swt. Kujalani hari ini dengan penuh semangat, semoga aku bisa merubah segalanya, aku takkan sedih lagi Johan, aku tak ingin kau sedih disana, aku akan jadikan segala ingatan tentangmu menjadi motivasi didalam hidupku, bukan lagi sebagai tangisan belaka.

            “Zin!!” “Ayaahhh!!” Kudengar suara kedua orang yang paling kusayangi…




Satu








P
agi ini matahari tersenyum, seakan membawa pesan bahagia di hari Jum’at yang biasanya sangat melelahkan bagiku, aku Muftazin Ali, atau mereka sering memanggilku dengan sebutan “Muf”. Hari ini pelajaran matematika yang sangat melelahkan dan menguras otak itu akan menghantui aku dan teman teman sekelasku selama 6 jam pelajaran, belum lagi tugas-tugas yang diberikan selalu menumpuk, hingga bingung harus darimana memulai tugas tugas yang diberikan miss ontime, guru matematika kami. bahkan sudah menjadi rutinitas untuk anak anak 12 IPA 1 untuk datang lebih awal dan mengerjakan tugas tugasnya di sekolah. By the way, kenapa di panggil miss ontime? Karna dia tidak pernah telambat, tidak pernah tak hadir.


“Finisshh!!” teriakku gembira, kurang dari sepuluh menit aku sudah menyelesaikan tugasku.

“BRUAAKK!!!”

“E… Buset” Ayam ayam” “AMPUN BUK!!” Latah seorang temanku yang terkejut akibat ulahku.

“ASEM MUF!”

“APAAN SIH KERJAANMU!”

“Peace! Iya deh sorry, abisnya serius amat, ahmad aja ga serius”

“apa woi?!” lanjut ahmad


Kelas yg tadinya senyap berubah menjadi ribut karena ulahku, apa lagi ketika nama Ahmad dibawa bawa, kelas pasti bakal penuh dengan tawa, ntah kenapa seseorang yang namanya Ahmad itu selalu jadi bahan ejekkan di kelas. Tanpa rasa bersalah sedikitpun aku pergi begitu saja, pergi ke tempat yang paling kusukai di sekolah ini, sekolah yang aku tak pernah duga kenapa aku bisa menuntut ilmu disini.

Sebuah lorong tertutup, dan jarang dilewati oleh guru, Aku duduk di sebuah kursi panjang besi berwarna merah. Disini aku bebas untuk berdiam diri, mengeluarkan hape-ku yang berkamera, karena disini mempunyai peraturan kolot yang tidak mengizikan anak muridnya membawa handphone berkamera, jadi setiap anak murid pasti bersembunyi jika ingin menggunakan handphonenya.

Tak banyak yang kulakukann disini, hanya sekedar membalas chat BBM yang masuk, curhat di twitter, atau hanya sekedar menulis, menulis sesuai dengan hatiku, dan biasanya setelah pulang sekolah aku akan membagikannya di blog atau tumblrku. Walau apa yang kutulis tidaklah seindah seperti di buku, tapi aku hanya ingin membagi pengalaman, dan orang lain bisa belajar dari pengalamanku sendiri.

“MUF!!” seorang berkacamata dan berkawat gigi itu membuyarkan pikiranku sejenak, dia adalah raza anak super gaul di sekolahku, bagaimana tidak hidupnya yang serba glamour apapun yang ia mau bisa saja di belikan orang tuanya yang punya bisnis dimana mana.

“lagi ngapain sih muf?” lanjutnya dengan ramah.

“em.. ga ngapa-ngapain kok lagi bosen aja kecepetan sampai di sekolah”  balasku dengan suaranya yang agak serak akibat cuaca yang sedang dingin di medan, kota tempat aku tinggal

“kenapa? Aku tau za, kamu ga pernah seramah ini kalo ga ada maunya”

“tau aja deh ih azin imut deh” balas raza centil

“aku pinjem tugas matematika dong, biasa seorang raza kalo udah matematika paling males ngerjain” dengan senyumnya yang memelas

“dasar maho*, yaudah ambil aja sono di tasku, biasa juga nyolong ini malah minjem” kami pun tertawa ringan

“Yaudah deh, aku ambil ya, masi duduk di sebelahku kan?” Raza beranjak pergi dari kursi panjang dan menuju ke kelas
“yaiyalah, emangnya aku kayak situ, duduk suka pindah pindah, sama cewe playboy, sama kursipun bisa playboy miris” ceplosku

“aseeeemmm!”


~~~


Aku kembali kekelas setelah meminjam buku dari muftazin, namaku Raza Putra Lesmana, aku sering dipanggil raza. Aku berasal dari keluarga yang bisa dibilang berlebih, tetapi bukan berarti aku bahagia, sosok ayah yang jarang aku temui karna bisnisnya yang ada dimana mana. Ayah dan ibuku yang sudah lama bercerai, juga menjadi penyebab berkurangnya taraf kebahagiaan seseorang, ibu sudah menikah lagi dengan seorang artis dan pindah ke jakarta, semua ini membuatku merasa kesepian hingga aku bertemu sesosok “jin tomang” bernama Muftazin. Aku sering berkunjung kerumahnya, merasakan kehangatan keluarga secara utuh, aku pun sudah menganggap orang tua Muftazin sebagai orang tua ku sendiri.

“Muf, makasih pinjeman.....” Belum habis aku berbicara, ternyata ia sudah hilang ntah kemana, inilah sebab kenapa aku menyamakan Muftazin dengan “jin tomang”.


~~~


            “KRIIINGG!!!” bel masuk pun berbunyi

            Aku sudah duduk di bangku tempat aku menuntut ilmu selama di kelas 12 ini. Pemandangan kelas yang tadinya sibuk dengan pekerjaan rumahnya kini berubah drastis, semua sibuk menyusun buku agar tidak kelihatan mengerjakan tugasnya di sekolah, padahal sudah menjadi rahasia umum, bahkan guru pun sudah tau.

            Raza yang baru saja kembali ke bangkunya dengan sigap mengembalikan bukuku agar tidak ketahuan guru

“Muf, nih bukumu, cepat masukin tas ntar ketauan” tak lama kemudian miss ontime pun masuk ke kelas. Kelaspun yang tadinya ribut sentak menjadi tenang dan sepi.

            “Morning class” sapa nya

mukanya pagi ini cerah beda dengan minggu minggu sebelumnya, ada apa dengan hari ini? Apakah dia lupa hari ini ada tugas? Namun tak lama kemudian.

“baiklah anak anak kumpulkan tugas kalian”

Suasana kelas yang tadinya sepi dan tenang kini penuh dengan kecemasan, mustahil kalau miss ontime lupa dengan tugas tugasnya, kecemasan meraka pun makin memuncak, tentang apapun itu, kalau manusia bisa mengeluarkan balon balon yang berisi gambaran hatinya, mungkin kelas ini sudah penuh dengan balon. Merasa cemas karna belum selesai mengerjakan tugas, merasa cemas karna takut ketauan menyontek, merasa cemas kalau ngerjain tugas nya gak benar pasti dimarahi, walalupun sudah kelas 12 tapi namanya anak sekolah tetap masi ada rasa takut, takut akan di permalukan didepan kelas pastinya.

Kini buku-buku tugas sudah terkumpul rapi di atas meja, tapi tidak seperti biasanya, tugas-tugas itu di biarkan begitu saja di atas meja tanpa di periksa satu persatu, mungkin miss ontime atau bu Evi, begitulah panggilan asli miss ontime yang sudah terkenal “killer” dari sejak ia mengajar disini. Apa mungkin ia sudah bosan marah marah karna tugas? Ah tidak mungkin seorang miss ontime anggap remeh dengan tugas tugas yang ia berikan, antara cemas dan bingung, perlahan lahan kelas mulai tenang kembali.

“baiklah anak anak, saya akan merubah cara mengajar saya, kalian sudah kelas 3 SMA dan pasti sudah bisa menentukan baik buruk apa yang kalian kerjakan” bu Evi pun membuka suara

Semua murid di ruangan ini merasa bingung, apa sebenarnya maksud bu Evi akan mengubah cara mengajarnya?, tanda tanya besar ada di dalam diri mereka masing masing, kemudian bu Evi pun melanjutkan perkataannya yang terhenti.

“ibu tau kalian bukan anak-anak lagi, jadi ibu tidak akan marah-marah lagi untuk meminta tugas kalian, itulah maksud ibu akan mengubah cara mengajar, mungkin kalian bisa memahami apa maksud ibu, buka buku matematika kalian, lihat halaman 59” lanjut bu Evi


~~~





“akhirnya, 5 menit lagi pulang” aku melihat jam tangan antik yang kubeli di online shop beberapa bulan yang lalu.

“TETTTT TETTTT TETTT!!!”

Bunyi bel yang menandakan waktu pelajaran sudah berakhir, waktu yang paling kutunggu tunggu, kalau dipikir pikir mungkin jika kepalaku ini terbuat dari plastik, pasti sudah berwarna gosong dan sedikit meleleh, antara lelah, kesal, bosan, bercampur aduk, tapi setidaknya bel pulang ini sudah sedikit mengembalikan moodku.

“Muf!”

“MUFF!! Sini deh lu..” teriak raza

Aku yang sedang membereskan buku menoleh kesal “kenapa? Gak usah teriak teriak juga, jarak aku sama kau itu cuman 2 meter, lagi pula kau orang mana sih? Di Medan malah pake lu gua”

“cup cup cup, gitu aja emosi” raza mencolek mukaku, cukup homo

“MAHO!!!* ngeriiii” aku berlari meninggalkan raza, memang kebiasaanku meninggalkan dia kalo lagi ada mau-nya

“lah itu anak kok malah lari, woi muf!!! Arrghh”


~~~


“MUFFF!!!!” Suaraku yang mengeras memanggil muftazin yang tak kunjung berhenti.

“MUFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFF!!!” kesalku, muftazin pun langsung berhenti dan tertawa terbahak bahak “Ketawa kau! Bikin silap* kau sumpah ya”

“eeehhh.. sorry bro, emang ada apa? Penting? Ada hubungannya sama gua? Kalo enggak lu gua end!” lanjut muftazin sambil tertawa

“dasar gila” aku menggaruk kepala memang dasar anak ini gila “hangout yuk.. bosen nih”

“dasar gondes* , boleh deh tapi ingat aku paling anti sama makanan siap saji yang banyak anak anak layangan berterbangan oke? Jadi jangan kunjungi tempat seperti itu, duitmu ga Cuma goceng* kan?” balas muftazin dengan muka sok tau

“jangan salah, mau berapa? Atau kau mau kubeli?” balasku dengan nada menyombong, emang anak satu ini perlu disombongkan hingga akhirnya mulutnya tertutup rapat.

“Lagipula aku mau sholat jum'at dulu, kau gak sholat? Dasar kafir”

“Sholat lah, biasa aja“


~~~~~


Dua










Assalamualaikum! Bu!!! Azin udah pulang…” teriak ku sambil membuka sepatuku dan meletakkannya di rak sepatu

            “Oh anak ibu sudah pulang. Makan dulu ini, Ibu buatin nasi gurih kesukaanmu” balas ibu yang sedang memasak didapur, senyum hangat yang tergambar di wajahnya, siapa yang bisa menolak tawarannya, belum lagi masakannya yang enaknya luar biasa, jangankan aku, bahkan raza pun yang biasa hidup mewah, luluh dengan makanan sederhana buatan ibu.

            “ah ibu… tau aja kalo azin lagi laper berat” jawabku

            “Yasudah makan dulu”


~~~


Suasana hangat menghiasi meja makan kami yang sederhana, meja bundar berisi sebakul nasi gurih dengan telur gulung, sambal teri kacang, tauco, dan timun yang kutata rapi di atas piring piring dengan ukiran berwarna emas, di tambah lagi pemandangan rutin yang selalu terlihat olehku, nasi gurih bisa menyulap anakku yang malas makan jadi seseorang yang rakus.





Aku Lestari Rahayu, aku semakin menyadari dunia terasa semakin cepat, umurku yang semakin tua dan anakku kini sudah hampir menamatkan sekolahnya. Tak lama lagi dia akan duduk di bangku kuliah. Umur perkawinanku yang lebih tua 8 tahun dari Muftazin kini di ambang kehancuran, sanggupkah aku melawati ini, apa aku sanggup melihat reaksi anakku nanti?

“Zin, ibu pengen ngomong, tapi siapin dulu makannya” akupun mulai memberanikan diri, aku siap menanggung semua resiko

“Kenapa bu? Oia papa kapan balik dari bali? Udah lumayan lama kok enggak balik balik”

Pertanyaan anakku tadi membuat aku mengurungkan niatku, bagaimana bisa aku memberitahu padanya? Ayahnya sudah mempunyai keluarga baru disana? Dia sudah meninggalkan aku dan anakku disini! Tanpa sedikitpun rasa kasihan.


~~~


“Bu, tadi mau bilang apa?” Aku mulai membuka pembicaraan kembali.

”Ya? Enggak, gajadi”

Sejak tadi muka ibu kusut, aku tak tau apa yang sebenarnya terjadi, tadi sepertinya ibu ingin memberitau sesuatu yang rasanya cukup serius, apa ini ada hubungannya dengan ayah?

Aku beranjak dari meja makan, kubereskan piring dan sendok yang aku pakai tadi, kuletakkan di dapur.

“Bu...” Tanyaku, aku melihat muka ibu makin murung, kulihat ia termenung

“BU....” Kukeraskan suaraku

“Ya? Iya, kenapa zin?” Ibu terkejut mendengar suaraku

“Kok ngelamun bu? Ada masalah?”

“Ah enggak, ibu gak kenapa napa” jawaban ibu tak seperti raut wajahnya

Aku melihat ketidak jujuran dari mata ibu, tapi aku tidak mau memaksa ibu, ya mungkin saja ibu tidak mau menceritakannya, atau terlalu dini buatku apa masalah yg dihadapinya


~~~
Kuhempaskan badanku di atas tempat tidurku yang nyaman, kamar yang berukuran 6 x 4 meter yang lengkap dengan kamar mandi didalamnya, memang cukup luas untuk ku pakai sendiri.

Dingin malam ini menusuk hingga ketulang belulangku, besok tepat tanggal 25 januari, jika melihat kembali ke belakang, tepat 17 tahun yg lalu aku hadir kedunia ini, aku terlahir di dunia dengan nama Ali Kautsar tapi mengapa sekarang namaku adalah Muftazin Ali?
Tepat 5 tahun yang lalu di tanggal 25 Januari 2008 saat ulang tahunku ke 12 tahun, musibah datang menghampiri keluarga kami. Dulu ayah dan ibuku dianugrahi 3 orang anak laki laki, tetapi musibah 5 tahun lalu merenggut kedua abangku, Muhammad Fadlan dan Taufik Zain, sejak itulah singkatan nama mereka melekat padaku menjadi Muftazin Ali.

“Ting tong ting tong”

Kudengar bunyi jam bandul yang memandakan ini sudah tanggal 25 januari, aku benci hari ini! Aku benci! Mataku mulai memanas,  aku tak tahan lagi, perlahan air mataku mengalir tanpa bisa aku kendalikan. Haruskah aku menahan beban ini selamanya? Merasakan ini setiap aku bertambah usia?

Perlahan lahan ku tutup mataku, aku ingin memejamkan mataku, berharap ketika aku bangun, aku tidak berada di tanggal itu, kini perlahan aku terlelap, terlelap bersama air mata ini.

~~~

“Apa dia kelelahan? Sudah jam segini belum bangun?” Aku melihat pintu kamar azin, masi tertutup rapat, akupun kembali kedapur.

“TING!” kudengar suara oven dari arah dapur, kulebarkan langkah kakiku, berharap bisa segera sampai kedapur dan tidak merusak rencanaku hari ini.

“TOK TOK TOK!!!”

“BUKA PINTUNYAAA!!!” Siapa itu? Siapa yang datang? Siapa yang berteriak didepan rumahku? Rasa takut mulai menghampiriku

“BUKA!!! Lama banget si lo lestari!” Mengapa dia tau namaku? Aku mengenal suara itu! Aku mengenalnya! Dia...  Segera aku buka pintunya, aku tidak tau menau mengapa ia bisa menginjakkan kakinya dirumahku.


~~~


“Suara apa itu, suara ribut apa itu?” Aku bertanya tanya dalam hati, apalagi yang terjadi di tanggal terkutuk ini? Perlahan aku mulai melihat apa yang sebenarnya terjadi. Siapa wanita itu? Siapa wanita yang berani membentak ibu.

“Hei! wanita kesepian! Segera tinggalkan suamimu! Kau tidak pantas menjadi istrinya” Aku melihat wanita itu seenaknya menghina ibuku.

“Maaf! Ini rumah saya, anda tidak berhak masuk dan membuat keributan disini, tolong keluar” aku memberanikan diriku, memang aku masi remaja, tetapi aku menjadi kepala keluarga kalau ayah tidak dirumah

“Ooo... Ini dia si Ali itu? Anak kebanggaan kalian? Ha? Ini dia? Tapi sepertinya remaja berparas tampan ini akan kehilangan sosok ayahnya!”

Mendengar perkataan wanita itu hatiku bertanya, hatiku hancur, apa maksud dari semua ini, apa? Apa ini yang ingin dibicarakan ibu kemarin? Ayah, teganya engkau kepada kami.

Kulihat ibu hanya bisa pasrah, wajahnya yang penuh ketegaran walau aku tau hati ibu, ibu juga sama dengan wanita yang lain, ibu juga punya hati yang lemah, tetapi karna sosok wanita yang tegar melekat di dirinya, walau masalah apapun menimpanya, selalu bisa ia lewati.


~~~





Udara dingin, embun, dan matahari pagi, menjadi teman dari kesendirianku pagi ini, jelas sudah semua, aku tak lagi menyimpan sendiri, sekarang anakku sudah tau semuanya, aku melihat wajah kebencian terlukis diwajahnya, sejak apa yang kuceritakan tadi.

Aku melihat punggungnya yang kian menghilang, aku berharap masalah ini tak menggangunya disekolah nanti, bukan saatnya untuk dia memikirkan masalah ini.

Kubuka pintu kamarnya, kurebahkan badanku di tempat tidur kesayangannya, aku melihat keseluruh sudut kamar ini. Kreatif, siapapun pasti akan berkata begitu, memang muftazin sosok anak yang kreatif, kebanyakan furniture dari kamarnya ia buat bersama suamiku, yang mungkin akan menjadi mantan suamiku, terbesit kembali kenangan masa lalu itu, masa yang indah untuk dilewati.


Tak lama aku pun beranjak dari tempat tidurnya kupandangi setiap sudut ruangan ini, akupun kembali kedapur, rasa panas dimata ini mulai tak tertahan lagi, aku hampir lupa dengan hari ini, aku melihat black forest yang sedang kubuat tadi, kenapa semua begitu serba kebetulan? Pikiranku berputar mencari jawaban atas semua ini, perlahan lelehan air mata membasahi pipiku, aku tak setegar dulu, Papi... Mami... Maafkan aku yang durhaka ini.


~~~~~


Tiga
           









O
takku masi penuh dengan kejadian tadi pagi, tak pernah terduga? Pastinya… berharap semua ini hanya bunga tidur semata pun sudah tak ada gunanya lagi, aku sudah terbangun dari mimpiku sejak hari masi gelap, aku bukan di dunia mimpi lagi, tapi aku sudah berada di dunia nyata.
            “Aziin…” sapaan indah itu membuyarkan lamunanku, wanita cantik berjilbab dan memakai tas sandang berwarna pink, ya tak salah lagi… dialah Anita Putri Cantika, wanita cantik pujaan setiap lelaki disekolah, apa gerangan yang membawanya kesini?
            “Iya Nit? Kenapa?” balasku dengan nada sehalus mungkin
            “Happy birthday azin…” kulihat tangannya yang indah mengarahkan sebuah kotak kado bercorak garis garis dengan pita berwarna emas, apakah ini sebuah kado? Padahal aku berusaha melupakan hari ini….
            “Wahh, Thank you very much nit, percaya gak, kamu orang pertama yang ngucapin dan ngasi aku kado begini” kubalas dengan muka penuh kebahagiaan, menutupi semua masalah masalahku, tak ada salahnya hari ini aku bersenang senang, melupakan semua kejadian buruk ditanggal ini.


            “You’re welcome azin, wah senengnya….” Kulihat mimik kebahagiaan terpancar dimuka Anita, siapa yang tidak terpesona, akupun terpesona.

~~~

            “Wahh, Thank you very much nit, percaya gak, kamu orang pertama yang ngucapin dan ngasi aku kado begini” aaaahhhh, hatiku luluh mendengar aku menjadi orang pertama yang ngucapin dan ngasi kado untuk azin, ah semoga azin suka kadonya.

            “You’re welcome azin, wah senengnya….” Balasku dengan keantusiasan super norak, tanpa sadar semua itu terjadi begitu saja. Aku langsung sentak terdiam, mukaku memerah, kulihat muka azin yang tersenyum melihatku, apa yang difikirkannya? Apa? Tidaaakk….

“aku ke kelas dulu ya zin” Lanjutku sambil menahan malu

“Ya? Oh iya iya, ntar pulang sekolah tungguin di gerbang ya, ada hal spesial buat orang yang udah buat pagi ini spesial, daahhh” Kulihat senyumnya yang melebar berjalan menjauh bersama hadiah yang kuberikan tadi.

AAAAAAA!!! Rasanya aku ingin berteriak, selama ini aku hanya bisa membayangkan aku dan dia bisa mengobrol lebih dari sekedar “hai” “pagi” “assalamualaikum” tapi nanti aku bisa mengobrol panjang lebar dengannya, astagaaa….
           
“DOR!!!!” seketika lamunanku buyar “Cengar cengir sendirian, ada apasih, anita manis sedang dilanda kasmaran nih? Baru ngobrol sama azin, unumunumunumunu” Monik mulai bercelotah panjang lebar dan tak jelas kemana arahnya.
           
Monika Sanjaya, itulah nama aslinya, sahabat sejak aku duduk di bangku sekolah dasar, awalnya kami tak pernah berencana untuk sekolah di satu sekolah yang sama, tapi sialnya takdir mempertemukan kami selalu.
           
“Apaan sih, jangan cari dosa deh pagi pagi, buruan ah kekelas” balasku sinis
           
“Iya nyonya, judes amat”


~~~

            “Nit… gimana? Tempatnya bagus?” kulihat matanya berbinar binar dan seakaan tak ingin melewatkan sedetikpun apa yang terjadi dibawah sana

            “Bagus… Bagus banget… darimana kamu tau tempat sebagus ini?”

            “Dari ibuku” kulihat dahinya mengerut

            “Dan ini tempat menjadi saksi perjalanan kisah ibu dan ayah” lanjutku

            Sejenak kami berdua terdiam dalam keindahan pemandangan dari sini. Mungkin daerah ini memang tempat wisata, tapi tempat ini jarang di jamah oleh para wisatawan, bukan berarti tempat ini menjadi tempat terpencil.

            “Makasih banyak ya zin”
           
“Untuk?”
           
            “Untuk hari yg indah ini”


~~~

“Untuk hari yang indah ini” lanjutku sambil tersenyum

“Sama nit, aku juga mau bilang makasi buat kamu yang udah jadi orang pertama dan buat hari ini begitu indah” balas azin

“Oh iya nit, liat ini deh” aku menggambil iPod yang sejak tadi dimainkannya

“Apa ini? Kok Cuma huruf W?”

“coba aja di geser foto fotonya”

“We o u el de yo u o el i” bacaku perlahan

“udah ngerti?” kudengar azin membuka suara ditengah tengah keseriusan ku

“Apasih ini zin, aahh jangan bikin penasaran” kesalku

“Coba di back”

“Would you like to be my girl?!” Bacaku terkejut

“iyaa… Would you like to be my girl Nit? And Happy Birthday to you! Aku tau hari hari ulang tahun kita sama”

“em… makasih ya… iya sama… soal itu…” mukaku memerah

“iya… aku… em… iya… kita coba ya…” Lanjutku

“Kita pulang aja yuk, udah mendung” balas azin sambil menggenggam tanganku

Sepanjang perjalanan rasanya aku ingin menangis, kenapa bisa sama? Kenapa aku bisa lupa? Cara ini? Kata kata ini? Kenapa bisa sama? Rasa bersalah itu masi menghantuiku, aku jahat membuat azin jatuh cinta kepadaku, dia tak tau siapa aku. Tepat 5 tahun lalu di tanggal ini, di ulang tahun azin, dan ulang tahunku… kak zain maafin nita…..


~~~~~

to be continued...